Wednesday, October 17, 2012

Oleh : Marwah

Suasana Saat LPJ OSIS Tsanawiyah berlangsung


Suara An Nahdlah UP, Kampus 3 : Tampak terlihat pada saat berlangsungnya rapat laporan pertanggung jawaban OSIS, keramaian serta antusias dari para santri dan santriwati. Namun, adapun di antara mereka yang hadir acuh dan tak mau 
berkomentar akan hal tersebut.

Ada beberapa permasalan yang terjadi saat rapat tersebut berlangsung. Diantaranya, banyaknya para undangan yang hadir akan tetapi tidak memiliki hak untuk memberikan suara mereka, ataupun memberikan komentar terhadap hal yang terjadi pada periode OSIS yang lalu.

Kemudian, adapun yang menanggapi masalah yang terjadi, akan tetapi tidak di respond sesuai dengan keinginan para undangan yang hadir. Hal itu membuat mereka merasa kecewa.

Dan akhirnya acara tersebut hanya berakhir dengan kekecewan. Para undangan tersebut pun kemudian meninggalkan forum. Di satu sisi, para pengurus OSIS yang lama merasa sangat lega, karena tak banyak tuntutan yang ditujukan kepadanya. Disebabkan kurangnya perwakilan kelas yang hadir, sehingga tak banyak suara yang diterima. Namun, di sisi lain, banyak orang yang merasa kecewa, karena tak dapat mengeluarkan pendapat mereka, dan karena tuntutan mereka tak di respond dengan baik.
            Dalam hal ini, seharusnya struktur dari  OSIS yang akan datang, perlu di benahi. Agar tidak menjadi kacau dan tidak asalan dalam mempertanggung jawabkan amanah dari telah di berikan. Jika di lihat dari segi sejarah, sudah beberapa tahun ini, struktur OSIS yang ada hanya mengikuti arus yang telah ada di depan mereka, tak ada sesuatu yang menjadi perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. Harusnya, mereka lebih memperhatikan setiap aspek terpenting pada Organisasi tersebut. Tidak hanya sekedar nama yang ada di dalam SK. Namun, kerja yang nyata harus pula di tunjukkan dalam keseharian pengurus OSIS. Jangan sampai, mereka menyalahgunakan tanggung jawab tersebut, dengan hanya menganggap bahwa ketika telah menjadi seorang pengurus OSIS, mereka akan mendapatkan sebuah jabatan yang akan mengangkat derajat mereka.

            Jabatan bukan berarti sebuah lambang yang bisa menjadikan orang merasa angkuh akan hal itu. Namun, sebuah jabatan mestinya menjadiakan seseorang agar bisa lebih bertanggung jawab pada amanah tersebut. Karena, apalah artinya seorang pemimpin yang cerdas, namun tak di dukung dengan sebuah tanggung jawab, kejujuran, dan kemauan yang tinggi tuk merubah sesuatu yang ada menjadi sebuah perubahan yang lebih baik. Mungkin, hal itulah yang di harapkan setiap orang pada pemimpinnya.

Semoga bacaan ini bermanfaat, dan para pengurus OSIS dapat memberikan suatu perubahan yang lebih baik dan tentunya berguna bagi siapapun.
Sekian.!

Monday, October 15, 2012

Oleh : St. Rafida Ali

Suara An Nahdlah UP, Mesjid Nurul Ihsan : Malam Ahad di pesantren An Nahdlah merupakan malam yang hanya di isi dengan Bimbingan Bahasa Arab. Tepatnya di Mesjid Nurul Ihsan Layang, dimulai dari ba'da Maghrib sampai ba'da isya, santri dan santriwati mengikuti Bimbingan Bahasa Arab itu dengan seksama.

Namun, Bimbingan Bahasa Arab pada tahun ini berbeda dengan bimbingan bahasa arab pada tahun-tahun dulu. Kalau dulu kita dapat melihat bimbingan bahasa arab yang sistem pengajarannya cuma memiliki satu ustad yang dikelilingi oleh santri dan santriwati dari seluruh kelas, nah sekarang sistem pengajaran seperti itu sudah di rancang sedemikian rupa sehingga menjadilah sistem pengajaran yang di bagi sesuai kelas dan pemahamannya.

Seluruh santri dan santriwati Madrasah Tsanawiyah dibagi sesuai kelasnya masing-masing. Dalam setiap angkatan, biasanya seorang ustad/pembimbing mengajar 2 kelas. Sedangkan seluruh santri Madrasah Aliyah dibagi sesuai pemahamannya. Biasanya dalam satu angkatan dbagi menjadi tiga kelas yaitu di namai kelas A, Kelas B dan Kelas C sesuai pemahamannya masing-masing. Dalam artian kelas A merupakan santri-santriwati yang sudah memiliki pemahaman yang mendalam mengenai bahasa arab itu sendiri, sedangkan kelas B dan C berisi santri-santriwati yang masih perlu bimbingan dalam belajar Bahasa Arab.

Inilah Daftar Pembagian Kelas serta para pembimbingnya :

Kelas VII Tsanawiyah

- Kelas VII A : Karim Amrullah
- Kelas VII B : Arman
- Kelas VII C : Mukarramah
- Kelas VII D : Syarifuddin
- Kelas VII E : Muh. Nur

Kelas VIII Tsanawiyah

- Kelas VIII A - VIII B : Yusriyah
- Keas VIII C - VIII D : St. Samirah
- Kelas VIII E : Idris Kamil

Kelas IX Tsanawiyah

Kelas IX A - IX B : Abd. Latif S. Pd. I
Kelas IX C - IX D : Muhammad Ilham

Kelas X Aliyah

Kelas A : Bukhari Muslim S. Th. I
Kelas B : Muh. Irfan S. Th. I
Kelas C : Zulfadli

Kelas XI Aliyah

Kelas A : H. Badruzzaman, Lc
Kelas B : H. Lukman, Lc
Kelas C : Ilham Kamil, Lc

Kelas XII Aliyah

Kelas A : H. Firdaus Dahlan, Lc
Kelas B : H. Saenong Tebba, Lc
Kelas C : Abdullah, S. Ag

Friday, October 12, 2012

Hukum Membaca Sayyidina

Posted by Unknown On 9:27 PM No comments

Para ulama  terdahulu telah berbeda pendapat mengenai hukum membaca Sayyidina ketika bersalawat kepada Nabi saw. Padahal dari segi kedalaman ilmu, tidak ada lagi sosok seperti mereka. Kalau pun kita tidak setuju dengan salah satu pendapat mereka, bukan berarti kita harus mencaci maki orang yang mengikuti pendapat itu sekarang ini. Sebab mereka hanya mengikuti fatwa para ulama yang mereka yakini kebenarannya. Dan selama fatwa itu lahir dari ijtihad para ulama mazhab, kita tidak mungkin menghinanya begitu saja.
Adab yang baik adalah kita menghargai dan mengormati hasil ijtihad mereka. Dan tentunya juga menghargai orang yang mengikuti fatwa mereka, di masa sekarang ini. Lagi pula, perbedaan ini bukan perbedaan dari segi aqidah yang merusak iman, melainkan hanya masalah kecil, atau hanya berupa cabang-cabang agama. Tidak perlu kita sampai meneriakkan pendapat yang berbeda dengan pendapat kita sebagai tukang bid’ah.
Adapun shalawat yang diajarkan oleh Nabi saw. ketika sahabat menanyakan cara bershalawat kepada beliau. Sebagaimana digambarkan dalam hadis riwayat Muslim berikut;
عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ قَالَ أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَنَحْنُ فِى مَجْلِسِ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فَقَالَ لَهُ بَشِيرُ بْنُ سَعْدٍ أَمَرَنَا اللَّهُ تَعَالَى أَنْ نُصَلِّىَ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ نُصَلِّى عَلَيْكَ قَالَ فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَتَّى تَمَنَّيْنَا أَنَّهُ لَمْ يَسْأَلْهُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قُولُوا  اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.                                     
Artinya: Dari Abu Mas’ud al- Anshari ia berkata; Rasulullah saw. mendatangi kami sedang kami di majlis Sa’ad bin Ubadah, maka Basyir bin Sa’ad berkata; Allah swt. Memerintahkan kami agar bershalawat kepadamu wahai Rasulullah, maka bagaimana kami bershalawat kepamu?. Abu Mas’ud al- Anshari berkata; Rasulullah saw. diam sehingga….kemudian Rasulullah saw. bersabda; Bacalah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.       
Shalawat tersebut adalah jawaban atas pertanyaan sahabat, jadi wajarlah jika beliau tidak menyebutkan gelar atau nama penghormatan disaat menyebut namanya, yang sebenarnya sangat pantas bagi beliau. Sama halnya dengan seseorang ketika ditanya, siapa namamu? atau bagaimana cara kami menyebut namamu?. Bagi orang yang memiliki rasa rendah hati tidak mungki akan menjawab dengan disertakan gelar yang dimilikinya.
A.    Dasar Hukum Dari Al- Qur’an
Dalam al- Qur’an Allah swt. melarang memanggil Rasul saw. dengan panggilan sama dengan yang lainnya,
لَا تَجْعَلُوا دُعَاء الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضاً قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنكُمْ لِوَاذاً فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ .
Artinya: Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.           (QS. al- Nur: 63).
Kata kamu dalam ayat di atas adalah ditunjukkan kepada sahabat Nabi Muhammad saw., ayat tersebut dapat kita tafsirkan bahwa jangan kamu memanggilkan Nabi Muhammad saw. sama dengan kamu memanggil temanmu.
Mujahid dan Sai’d bin Jubair selaku ulama tafsir dari kalangan tabi’in menafsirkan ayat tersebut dengan “jangan kamu memanggil Rasullah saw. dengan panggilan sama dengan yang lainnya”. Misalnya, kamu memanggil ya Muhammad, tapi penggillah ya Rasulallah.
Dalam surah yang lain Allah swt. menyebut Nabi Yahya dengan Sayyid(menjadi ikutan), firman Allah;
فَنَادَتْهُ الْمَلآئِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَـى مُصَدِّقاً بِكَلِمَةٍ مِّنَ اللّهِ وَسَيِّداً وَحَصُوراً وَنَبِيّاً مِّنَ الصَّالِحِينَ                                       
Artinya: Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakariyah, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di Mihrab; (katanya), “sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat[1] (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu), dan seorang nabi yang termasuk keturunan orang-orang shaleh”. (QS. Ali Imran: 39).
Allah swt. menyebut Nabi Yahya as. sebagai seorang Sayyid (seorang pemimpin dan ikutan). Kalau Nabi Yahya as. dikatakan seperti itu maka Nabi Muhammad saw. juga sangat pantas mendapat gelar itu karena beliau adalah pemimpin bagi anak cucu Adam as. di hari kiamat bahkan beliau merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Karenanya warga An Nahdlah menggunakan kata Sayyidina dalam shalawatnya, baik dalam shalat maupun di luar shalat.
B.     Dasar Hukum Dari Hadis
1.      Hadis Dari Rifa’ah bin Rafi’
Salah seorang sahabat yang bernama Rifa’ah bin Rafi’, bahwa ia (Rifa’ah ibn Rafi’) berkata; Suatu hari kami shalat berjama’ah di belakang Rasulullah saw. Ketika beliau mengangkat kepala setelah ruku’ beliau membaca: Sami’allahu Liman Hamidah, tiba-tiba salah seorang makmum berkata;
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
Setelah selesai shalat Rasulullah bertanya: Siapakah yang mengatakan kalimat-kalimat itu tadi?. Orang yang yang dimaksud menjawab: Saya Wahai Rasulullah. Lalu Rasulullah saw. bersabda:
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِيْنَ مَلَكًا يَبْتَدِرُوْنَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ .
Artinya: Aku melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berlomba-lomba untuk menjadi yang pertama mencatatnya. (HR. Bukhari, Abu Daud, Al- Nasa’i, Ahmad, dan Imam Malik) .
Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani menjelaskan hadits sahabat Rifa’ah bin Rafi ini beliau katakan: Hadis ini merupakan dalil yang menunjukkan kepada beberapa perkara.
a.      Menunjukkan kebolehan menyusun zikir yang tidak ma’tsur (yang tidak berasal dari Nabi saw.) di dalam shalat selama tidak bertentangan dengan yang ma’tsur (yang berasal dari Nabi saw).
b.      Boleh mengeraskan suara zikir selama tidak mengganggu orang yang ada di dekatnya.
c.      Orang yang bersin dalam shalat diperbolehkan mengucapkan               al- hamdulillah tanpa dihukumi makruh.[2]
Dengan demikian tidak ada masalah dan boleh hukumnya menambahkan kataSayyidina dalam shalawat baik dalam shalat maupun diluar shalat. Karena tambahan kata Sayyidina sesuai dengan dasar syari’at dan tidak bertentangan sama sekali. Dalam hadis shahih Nabi saw. bersabda;
انَا سَيِّدُ النَّاسِ يَوْمَ القِيَامَةِ .        
Artinya: Saya adalah pemimpinnya manusia pada hari kiamat.               (HR. Bukhari, Muslim dan al- Tirmidzi).
2.      Penambahan Lafaz Talbiyah
Umar bin al- Khaththab ra. menambahkan lafaz talbiyah yang diajarkan oleh Nabi saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim. Adapun talbiyah yang diajarkan oleh Nabi saw. adalah;
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ
Namun, Umar ra.  menambahkan, sebagai berikut;
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ فِى يَدَيْكَ لَبَّيْكَ وَالرَّغْبَاءُ إِلَيْكَ وَالْعَمَلُ.
Dalam riwayat al- Nasai bahwa Ibn Umar menambahkan sebagaimana lafaz yang tertera di atas.
3.      Penambahan Lafaz Tahiyat
            Abdulah bin Umar ra. menambahkan lafaz tahiyat dalam shalatnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya.
Adapun lafaz tahiyat yang diajarkan oleh Rasulullah saw. adalah;
...أشْهَدُ أنْ لّا إلهَ إلّا الله قَالَ ابْنُ عُمَرَ زِدْتُ [ فِيْهَا ] وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ….

…Asyhadu an la Ilaha Illallah, Ibn Umar berkata; saya menambahkan Wahdahu la syarikalah…(HR. Abu Daud).                                                                                                      
Hadis kedua dan ketiga di atas menunjukkan kebolehan munyusun zikir atau bacaan tertentu selama tidak bertentangan dengan syari’at.
C.    Dasar  Hukum Dari Dalil Aqli
Kata Sayyidina asalnya adalah Sayyid yang berarti seorang pemimpin, yang kata kerjanya adalah Saada-Yusudu (ساد- يسود) jika Dimuta’addikan,[3] menjadiSawwada – Yusawwidu (سوّد – يسوّد) yang berarti yang dimuliakan, yang membawahi suatu kaum, dan mengangkat jadi pemimpin. Dengan demikian jika mengawali shalawat kepada Nabi saw. maka itu sama halnya dengan; memuliakan, menghormati dan mengangkat Nabi sebagai pemimpinnya. Apakah pantas hal itu dikatakan suatu kesalahan?. Semua umat Islam mungkin akan menjawab bahwa hal itu sangat pantas untuk dilakukan yaitu mengawali nama Rasulullah saw. dengan kataSayyid.
Adapun dengan hadis yang mengatakan bahwa,
لَا تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلَاةِ .
Artinya: Janganlah mensayyidkan aku dalam shalat.            
Hadis tersebut akan anda temukan dalam kitab-kitab fiqhi di antaranya dalam kitab al- Fatawa al- Fiqhiyyah al- Kubra (الفتاوى الفقهية الكبرى) , bab, Shifatu al- Shalah (صفة الصلاة)Tapi, Ulama telah mengomentari bahwa hadis tersebut tidak ada asalnya. Bahkan Maudhu’ atau palsu. Salah satu alasanya adalah  karena hadis tersebut mengandung Lahn,[4] lafaz Latusayyiduni (لا تسيدونى), menyalahi kaidah yang telah dikenal karena seharusnya berbunyi Latusawwiduni (لا تسودونى). Sedangkan Nabi saw. sebagai seorang Rasul tidak mungkin mengucapkan lafaz yang salah (mengandung lahn).
Kitab al- Duru al- Mukhtar menyebutkan bahwa menambahkan kata Sayyidina sebelum nama Nabi saw. adalah lebih mulia daripada tidak membacanya, karena itu merupakan adab kesosopanan terhadap Rasulullah saw. bahkan ini adalah pendapat yang telah diakui dan dipercayai.
Dalam adab kita sendiri rasanya sangat jauh dari tata kesopanan jika memanggil orang-orang yang terhormat dengan panggilan tanpa diikut sertakan dengan gelarnya atau panggilan penghormatan menurut adat setempat. Misalnya, Daeng menurut adat Makassar, Puang menurut adat Bugis, kiai bagi ulama menurut adat Jawa dan lain-lain.
Wallahu A’alam



[1] Maksudnya membenarkan kedatangan seorang Nabi yang diciptakan dengan kalimat Kun (jadilah) tanpa bapak, yaitu Nabi Isa as.
[2] Ibn Hajar, Fathu al- Bari, jild. II, h. 287
[3] Dalam bahasa Arab Fi’il (kata kerja) terbagi dua a. Fi’il Lazim adalah fi’il yang tidak butuh objek. Contoh, جلس (duduk) kata ini tidak butuh objek. b. Fi’il Muta’addi adalah Fi’il yang butuh objek. Contoh, جَلَّسَ (mendudukkan) kata ini jelas butuh objek yaitu sesuatu yang akan didudukkan.
[4] Mengandung Lahn maksudnya menyalahi kaidah sharaf yang telah dikenal oleh orang Arab .
Sistem Pendidikan


Sistem pendidikan yang diterapkan di Pondok Pesantren AnNahdlah UP Makassar, secara garis besarnya dapat dibagi dua, yakni ; Sistem pengajaran kitab kuning (sistem klasik-tradisional) dan Sistem pengajaran madrasah (sistem pengajaran modern).

Sistem Pengajian Kitab Kuning

Pesantren AnNahdlah UP Makassar menerapkan sistem pembelajaran kitab kuning sebagai ciri khas pokok sebuah institusi islam bernama Pesantren. Tanpa pengajian kitab kuning, sebuah lembaga pendidikan islam, justru lebih tepat digolongkan madrasah (sekolah). Pesantren AnNahdlah UP Makassar, justru lahir dari rahim kitab kuning. Berawal dari majelis ta'lim yang mengkaji kitab kuning standar.

Kemudian di kembangkan dengan sistem modern berupa madrasah, namun kekhasan pengajian kitab kuning justru menjadi "kekuatan dan khas" Pesantren AnNahdlah UP Makassar. Pengajian kitab kuning pada sejumlah pesantren yang ada dikota Makassar,  dapat dipastikan bahwaAnNahdlah merupakan pesantren yang eksis mempertahankan sistem tersebut dengan antusiasme santri, terutama pengajian antara magrib dan isya' dan ba'da subuh.

Sistem Pengajaran Madrasah

Selain membina pengajian kitab kuning, Pesantren AnNahdlah UP Makassar juga mengembangkan sistem madrasah untuk tingkat madrasah Tsanawiyah (SLTP) dan madrasah Aliyah (SMU). Melalui sistem ini, Pesantren AnNahdlah UP Makassar membina siswa-siswa secara formal dengan menggabungkan kurikulum depdiknas, depag dan kurikulum lokal

Dalam parkembangannya, sistem pendidikan formal melalui sistem madrasah, Pesantren AnNahdlah UP Makassar telah melahirkan sedikitnya puluhan angkatan sejak tahun 1990. Hal ini mampu berjalan efektif, berkat pertisipasi masyarakat yang memberi sumbangan sehingga berhasil sejumlah gedung represantatif. Jumlah kelas mencapai kurang lebih dua puluh kelas untuk tingkat Tsanawiyah dan Aliyah, yang berada di kampus 1 dan 3 di kelurahan Layang.

Kurikulum Pengajaran

Selain mendalami materi pengajaran secara formal. Di Pesantren AnNahdlah dilakukan kegiatan  ekstra-kurikuler yang menunjang pengetahuan dan wawasan serta keterampilan santri. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada waktu sore, malam dan subuh hari serta sejumlah kegiatan temporer lainnya, diantaranya :
  1. Pengajian kitab kuning dangan sistem halaqah pesertanya para santri dan santriwati
  2. Membina pengajian majelis ta'lim bagi alumni serta para jamaah, pesertanya dari ibu-ibu dan bapak-bapak, yaitu :
  • Majelis Ta'lim AnNahdlah 
  • Majelis Ta'lim Nurul Ihsan
  • Majelis Ta'lim Halimatussadiyah
  • Majelis Thariqah al-Muhammadiyah
     3.  Penghapalan al-Qur'an (Tahfidz)
     4.  Kaligrafi (Khat)
     5.  Keterampilan dan kegiatan rutinitas tahunan santri :
  • Beladiri
  • Melukis
  • Perkampungan Bahasa Arab
  • Study Tour
  • Ziarah Ulama
Nama          : Drs. KH. Muhammad Harisah AS
TTL            : Kampung Watatta, Bone 1947
Pendidikan  : Madrasah Ibtidaiyah As'adiyah Cakkware' Bone 1954 - 1961
                   : Madrasah Ibtidaiyah As'adiyah Sengkang Wajo, 1962
                   : Madrasah Tsanawiyah Ibtidaiyah As'adiyah Sengkang Wajo, 1962 - 1964
                   : Madrasah Aliyah Ibtidaiyah As'adiyah Sengkang  1964 - 1967
                   : S1 IAIN Alauddin Ujung Pandang / Makassar 1979
Pekerjaan    : Kepala Madrasah Ibtidaiyah As'adiyah Pompanua 1965 - 1967
                   : Guru Agama SD No.8 Sengkang 1966 - 1967
                   : Guru Agama SMEP Negeri Sengkang 1967 - 1968
                   : Guru MDIA Layang 1968 - 1973
                   : Guru Madrasah Aliyah TPI ( Taman Pendidikan Islam ) 1973 - 1978
                   : Guru Madrasah Aliyah DDI Kalukuang 1978 - 1981
                   : Guru Madrasah Aliyah DDI Galesong Baru 1981 - 1987
                   : Guru Madrasah Bahasa Arab di Pesantren IMMIM 1978 - 1981
                   : Kepala Madrasah Aliyah Pondok Pesantren AnNahdlah Layang 1987 - 2007
                   : Dosen Bahasa Arab IAIN Alauddin Ujung Pandang
                   : Dosen Falsafah Agama UMI Ujung Pandang 1989 - 1993
                   : Dosen Bahasa Arab Universitas DDI Bonto-Bonto Pangkep 1975 - 1979
                   : Dekan Fakultas Dakwah Universitas Al-Gazali (kini UIM) 1978 - 1985
                   : Pimpinan Umum Pesantren AnNahdlah 1986 - Sekarang
                   : Pengajar Pengajian Kitab Kuning Pesantren AnNahdlah 1986 - Sekarang

Pengalaman Oraganisasi 

  1. Anggota PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) 1968 - 1979
  2. Katib Syuriah NU 1982 - 1985 dan 1991 -1996
  3. Rois Syuriah NU 1985 - 1991 dan 1996 - 2000
  4. Ketua Tariqat Al-Mu'tabarah NU SUL-SEL 1990 - 2000
  5. Pengurus NU Wilayah SUL-SEL 1995 - Sekarang
  6. Ketua 1 Pengurus MUI Kotamadya Ujung Pandang
  7. Anggota Majelis Fatwa MUI Sulawesi Selatan

Profil Ust. Muh. Nur Maulana

Posted by Unknown On 8:41 PM 8 comments
Suara An Nahdlah : Sapaan jamaah dengan dialek dan intonasi yang khas selalu disebutkannya saat berdakwah. Siapakah dia? Setiap pagi, Ustad Maulana dengan setia menyapa umat melalui tayangan dakwah Islam Itu Indah di Trans TV.

Sosok ustad yg satu ini boleh dikata unik. Jenaka, murah senyum dan cepat akrab dengan siapa saja, baik terhadap anak-anak, remaja, orang tua, maupun pejabat adalah karakternya.

Siapa saja, bisa mengajaknya berkomunikasi. Dijamin bisa langsung akrab dengannya. Maklum, ia tak suka menjaga wibawa. Mungkin karena kelebihannya itulah ia kemudian akrab dipanggil Ustad Gaul. Ia pun tak keberatan dengan sebutan Ustad Gaul.


Tentang Ustad Maulana
Nama: M Nur Maulana
Lahir: Makassar, 20 September 1974
Anak ke: keempat dari tujuh bersaudara
Ayah: Maulana
Ibu: Masyita
Pendidikan: Pesantren An Nahdah Makassar (lulus 1994)
Pekerjaan:
- Guru Agama Islam SD Mangkura
- Guru SD Islam Athirah
- Pesantren An Nahdah
Istri: Nur Aliah
Anak: Munawar
Alamat rumah: Jl Sibula Dalam No 15, Makassar.



Gaya Ceramahnya Dibanjiri Kritik Juga Pujian

CARA ceramah Ustadz Muhammad Nur Maulana yang ringan dan sering diselingi senda gurau dianggap lebay. Bahkan di jejaring sosial, Nur Maulana dihujani kritik pedas yang memojokkan. Nur Maulana pun menangis saat membaca kritik-kritik itu.
Dengan intonasi dan gerakan khas, Ustadz M Nur Maulana (37) menyapa jemaahnya di acara Islam Itu Indah (Trans TV) dengan “Jamaah oh jamaah”. Panggilan yang tengah populer dan identik dengan ustadz asal Makassar ini. Anak-anak hingga remaja gemar menirukan ucapannya.
Ada juga yang memanggilnya Ustadz “Jamaah oh Jamaah”. Namun gaya ceramahnya yang khas, ringan, dan selalu diselingi senda gurau ini membuat Nur Maulana ini dihujani berbagai kritik di jejaring sosial. Cara ceramah Nur Maulana dianggap lebay, kurang berwibawa dan maaf, kemayu.
Saat membaca semua kritik itu, Nur Maulana menangis karena banyak yang memojokkannya. “Saya sampai menangis. Gaya ceramah saya memang seperti itu. Bahkan sejak kali pertama ceramah saat kelas 1 SMP, gaya saya sudah seperti itu. Tidak ada yang dibuatbuat, seperti itulah karakter saya. Itu semua juga tidak ada kaitannya dengan strategi saya dalam berceramah, saya ini memang suka bercanda,” ucap Nur Maulana.
Kritik itu dijadikan cambuk oleh ayah yang kini tengah menanti kelahiran anak keduanya. Namun banyak juga yang memuji cara ceramah Nur Maulana, yang dianggap telah membawa warna baru dalam dunia ceramah. Meski ringan dan diselingi lelucon, materi ceramah Nur Maulana berbobot. Bahkan banyak yang memuji pengetahuan agamanya yang luas.
Trans TV tidak mempermasalahkan gaya ceramah Nur Maulana. Malah dianggap bisa menciptakan suasana santai dan tidak monoton.
“Selama ini, penceramah di Indonesia terkesan kaku, monoton, dan menggurui. Kami ingin memberikan sesuatu yang berbeda dalam berdakwah. Lewat acara Islam Itu Indah kami menyuguhkan sesuatu yang baru, ringan, dan segar di dalam dunia dakwah. Kritik yang menganggap Ustadz Nur Maulana lebay itu berlebihan. Bertahun-tahun mengajar anak TK, SD, SMP telah membentuk karakter Ustadz Nur Maulana seperti itu. Saya menilai, Ustaz Nur Maulana itu bukan lebay tapi childish,” urai Sunka Da Ferry, produser Islam Itu Indah.


Strategi Trans TV berbuah manis. Cara Nur Maulana berdakwah menjadi daya tarik. Hasilnya, Islam Itu Indah beroleh rating cukup bagus dengan share 22 tertinggi untuk acara sejenis.
Popularitas Nur Maulana pun melambung tinggi. Jadwal ceramah ayah Munawaroh (2) ini pun sudah penuh hingga Januari 2012.
“Kritik perlahan-lahan berubah menjadi pujian. Pernah ada ibu-ibu yang berterima kasih karena anaknya yang remaja mau mendalami agama Islam setelah menonton Islam Itu Indah. Itu semua bukan karena saya, tapi karena Allah SWT. Islam itu memang indah,” ucap Nur Maulana.


Jama'ah Protes, Ban Motor pun Digembosi

SEJAK kecil Nur Maulana sudah bercita-cita menjadi seorang ustadz. Namun keinginan itu sempat pudar ketika ayahnya meninggal dunia, saat ia berusia 7 tahun. Pada usia 9 tahun pria asli Bugis ini hidup mandiri dan tidak pernah minta uang kepada ibunya.
“Tidak tega saya minta uang kepada ibu, kondisinya sangat memprihatinkan. Bahkan untuk beli buku paket saja saya tidak mampu,” urainya.
Nur Maulana kecil lalu belajar ilmu agama di Pesantren An-Nahdlah, Makassar. Menimba ilmu di pesantren ini membangkitkan kembali cita-citanya untuk menjadi pendakwah.
“Saya belajar agama, dari pagi hingga malam. Saya menjalaninya dengan senang,” ucapnya.
Saat duduk di kelas 1 SMP, Nur Maulana memberanikan diri ceramah. Gaya berdakwahnya seperti itu sempat dipandang sebelah mata teman-temannya. Awalnya ceramah di lingkungan pesantren, kemudian merambah ke acara syukuran, bahkan dari desa ke desa terpencil.
“Dari dulu, gaya ceramah saya seperti ini. Suka memperagakan suatu cerita dengan gerakan-gerakan lucu. Saat mengajar di TK, SD, dan SMP, gaya saya seperti sedang ceramah. Makanya anak-anak senang kalau saya mempraktikkan sesuatu dengan gerakan. Misalnya gerakan nenek tua yang jalan atau cara ibu memberi perhatian pada anakanaknya,” urainya.
Gaya berceramah Nur Maulana ini saat itu juga sudah mengundang protes. Saat ceramah di suatu masjid, dia dihampiri seseorang yang melontarkan protes.
“Saya jelaskan kepadanya, gaya saya memang seperti itu. Tapi saya senang, akhirnya mereka bisa menerima materi ceramah saya, bahkan sempat tertawa,” ucapnya.

Bentuk protes lain berupa pengempisan ban motor dan busi motornya diambil. Dia terpaksa mendorong motor hingga puluhan kilometer. Itu belum seberapa dibanding pengalamannya saat masih SMA. Usai sekolah, sorenya dia mengajar anak-anak SMP. Setelah maghrib, dia lanjut berdakwah ke pelosok desa-desa terpencil, yang hanya bisa ditempuh dengan bersepeda atau jalan kaki.
“Saya pernah ceramah, jaraknya jauh sekali dan harus jalan kaki. Makin sedih saat musim hujan. Walau sudah pakai payung, tetap saja baju basah,” kenangnya.
Untuk menempuh jarak puluhan kilometer itu, dia juga pernah menumpang truk terbuka. Sering kali, dia tidak mendapat uang transportasi. Namun itu bukan tujuan utamanya; dia senang berbagi ilmu. Kalaupun dipaksa menerima bayaran atau amplop usai ceramah, akan diberikan kepada ibunya. Hal itu berlaku hingga kini.
“Dari tahun 1988 hingga 2000, semua amplop yang saya terima saya serahkan kepada Ibu. Tahun 2000 hingga 2008, uang yang ada di dalam amplop dibagi dua, untuk ibu dan cicilan motor saya. Dari 2008 hingga kini dibagi 3, untuk Ibu, istri saya, dan saya. Saya juga tidak mau tahu nominalnya. Saya lakukan hal itu karena saya ikhlas dalam mensyiarkan agama,” urai Nur Maulana, yang juga menyelingi wawancara ini dengan gurauan.

Terkenal Gara-gara Youtube

LULUS SMA, Nur Maulana sempat mengajar di TK Islam dan SD. Di dua tempat itu, Nur Maulana mengajar beberapa mata pelajaran, kadang juga mengajar olahraga.
“Saya mengajar di sekolah untuk anak-anak miskin. Gurunya terbatas, kondisi sekolahnya juga sangat memprihatinkan,” ucapnya lirih.
Saat muridnya diundang untuk mengisi satu acara, Nur Maulana yang mengajar menari dan paduan suara.
“Di desa terpencil itu, guru harus bisa melakukan apa saja, termasuk mengajar menari. Sejak kecil saya sudah dekat dengan dunia anak-anak, hingga sekarang. Di depan rumah saya, ada satu berkumpul anak-anak. Siapa pun bisa dan bebas bermain,” ujarnya.
Lulus SMA, langkah Nur Maulana kian mantap untuk menjadi ustadz. Usai mengajar, dia sibuk syiar agama. Namun, Nur Maulana lebih sering diundang di acara duka. Mungkin karena ceramahnya ringan dan segar dianggap, bisa menghibur keluarga yang tengah berduka. Saking seringnya diundang ke acara duka, dirinya mendapat julukan “Ustadz Spesial Acara Kematian”.
Cara ceramahnya yang ringan namun berbobot membuat Nur Maulana laris manis di Makassar. Setiap dia ceramah, ada saja yang mengabadikannya dalam bentuk video. Video-video ini tersebar luas. Kabarnya, DVD Nur Maulana sudah terjual sebanyak 2.000 ribu keping.
“Saya tidak tahu bagaimana DVD itu bisa beredar. Namun yang membuat saya terkejut, cover DVD itu memakai foto saya, tapi nama orang lain. Videonya berisi saya sedang ceramah,” ucapnya. Nur Maulana tidak mempermasalahkan. Namun Allah Mahaadil, video ini diunggah ke YouTube.
“Sampai saat ini saya tidak tahu, siapa yang telah memasukkan video saya ke YouTube. Jadi saya juga terkenal karena YouTube, hehehe,” ucapnya.
Video Nur Maulana di YouTube juga ditonton Wishnutama, Direktur Utama Trans TV. Dia lantas memerintahkan anak buahnya untuk mencari Nur Maulana.
“Saya tidak tahu bagaimanacara mereka mendapatkan telepon saya. Saya kaget saat ditelepon Trans TV. Untuk meyakinkan saya ini ustadz yang ada di YouTube, mereka hanya minta saya mengucapkan kalimat, jamaah oh jamaah,” ucap Nur Maulana tertawa geli, sambil menutup mulutnya dengan sorban.
Sejak itu nasib Nur Maulana berubah, namun kepribadiannya tidak berubah. Dia masih menyempatkan diri keliling kampung untuk syiar agama.
“Sampai saat ini saya sering tidak percaya dengan semua ini. Allah itu Mahapemurah dan Mahapenyayang. Setelah 23 tahun ceramah keliling kampung, baru masuk televisi,” ucap Nur Maulana yang masih tinggal di Makassar.
Meski dakwahnya diselingi canda, Nur Maulana sangat menghindari materi ceramah yang berbau pornografi, mengkritik orang, memojokkan agama lain, dan perbedaan pendapat dalam materi berdakwahnya. Dia hanya membahas hal-hal umum saja.
“Penceramah itu bukan berarti lebih baik daripada yang diberi ceramah. Semua materi ceramah saya, akan saya pertanggunggjawabkan kelak setelah saya meninggal,” ucapnya.

Sumber : http://ahmadsudaisih.blogspot.com
Suara An Nahdlah : Pengajian Kitab Kuning Sering disebut juga dengan kitab klasik atau kitab gundul. Pengajian ini umumnya merupakan ciri khas pesantren yang bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan santri mengenai khazanah ilmu-ilmu keislaman karya ulama-ulama terdahulu. Beragam tema dari kitab-kitab klasik dikaji. Concern utama dari kegiatan ini adalah memberikan panduan dan metode pengkajian yang efektif kepada para santri, agar nantinya juga dapat melakukan kajian secara mandiri atas beragam kitab-kitab klasik yang masyhur.

Pengajian kitab kuning ini sangat sulit kita temukan di masa-masa sekarang. Akan sangat sulit lagi mendengar suara-suara ulama dari mesjid ataupun sebuah surau. Di daerah-daerah yang telah menjadi kota besar khususnya, sudah jarang ditemukan kegiatan seperti ini. Pengajian kitab kuning seolah hilang dari peradaban. 

Namun, jikalau kita masih ingin melihat atau menyaksikan kegiatan seperti ini, di sebuah wilayah di makassar, Sulawesi Selatan, tepatnya di dalam mesjid Nurul Ihsan Layang, Santri dan Santriwati Pesantren An Nahdlah sedang asyik mengikuti pengajian kitab kuning setiap setelah sholat maghrib sampai adzan isya berkumandang dan sehabis sholat shubuh sampai matahri mulai agak tinggi.

Suasana yang sangat dibutuhkan saat-saat sekarang ini. Sehingga bukan hanya santri-santriwati ataupun alumni pesantren An Nahdlah yang ingin mempertahankan ini, Namun masyarakat di wilayah ini juga sangat antusias untuk mengikuti dan mempertahankan pengajian kitab kuning seperti ini.

Pengajian kitab kuning di Pesantren An Nahdlah ini tidak sebatas membahas tentang akhirat atau pengetahuan agama saja, namun lebih dari itu di pengajian kitab kuning ini, kita bisa mendapatkan berbagai macam ilmu, mulai dari tentang Akhlak kita hidup di dunia ini sampai amalan-amalan yang baik untuk diamalkan juga di bahas dalam pengajian ini.

Untuk itulah, karena bukan hanya santri-santriwati yang merasakan ni'mat dari pengajian kitab kuning ini, akan tetapi masyarakat sekitar juga menikmatinya sehingga pengajian kitab kuning yang sangat berharga seperti ini masih di pertahankan di Pesantren An Nahdlah ini.

Hukum Qunut Dalam Sholat Subuh

Posted by Unknown On 4:31 AM 2 comments
Suara An Nahdlah : Barangkali masalah qunut ini sering membuat sebahagian muslim bingung, karena ada sebahagian orang yang menyandang nama ustadz tapi tidak terlalu mendalami masalah fiqih, sehingga membuat sebahagian orang kesal bahkan menimbulkan perpecahan, lebih-lebih kalau misalnya qunut itu sudah diamalkan dari generasi kegenerasi tiba-tiba ada yang melarang dengan alasan bahwa dalilnya do'if/lemah bahkan tidak jarang dituduh bid'ah. Ini tentunya tidak kita inginkan.
Sebelum mulai kepembahasan inti, ada baiknya diketahui bahwa permasalahan qunut adalah perkara fiqhiyah ataupun furu'iyah, Yang namanya masalah fiqhiyah pasti banyak sekali perbedaan pendapat, namun perbedaan pendapat disitu tidak akan mempengaruhi kepada keislaman seseorang;andainya berpegang kepada salah satu pendapat yang punya dalil dan diperhitungkan dikalangan ulama fiqih. Bahkan justru ikhtilaf disitu bisa jadi rahmat dan keringanan bagi sebahagian orang.
Sebab itulah tidak boleh terlalu fanatik dalam masalah fiqih ini apalagi sampai menimbulkan perpecahan dan permusuhan dikalangan muslimin. Terkait masalah qunut subuh ini, ulama fiqih memang berbeda pendapat madzhab Syafi'I dan madzhab Maliki mengatakan qunut merupakan sunnah, sedangkan madzhab Hanafi dan Hanbali mengatakan tidak ada qunut pada shalat subuh.
Imam Nawawi dari kalangan Syafi'iyah mengatakan: ketahuilah bahwasanya qunut itu disyari'atkan dalam madzhab kita (Syafi'i) dan itu merupakan sunat mu'akkad, dengan dalil:
روى أنس بن مالك رضي الله عنه " ما زال رسول الله صلى الله عليه وسلم يقنت فى الفجر حتى فارق الدنيا " رواه أحمد و عبد الرزاق و الدارقطني والحاكم فى الأربعين وفال حديث صحيح رواته كلهم ثقات.
Artinya: "diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah Saw senantiasa qunut pada shalat subuh sampai beliau wafat. (HR Ahmad, Abdurrazaq, Daruqutni, dan Hakim dalam kitabnya yang bernama Al-arba'in, ia berkata: ini Hadits Sahih semua perawinya terpercaya").
Disebahagian sahabat dan tabi'in sendiri diketahui beberapa pendapat dan cara qunut itu, seperti perkataan Ali bin Ziyad yang berpendapat bahwa qunut di shalat subuh itu wajib, maka siapa yang meninggalkannya batal shalatnya, dan boleh dilaksanakan sebelum atau sesudah ruku' di rakaat kedua, tapi paling bagusnya dilaksanakan sebelum ruku' mengiringi bacaan ayat supaya yang masbuq/terlambat juga bisa dapat dan karena Umar bin Khattab juga menyetujuinya dihadapan para sahabat. Diriwayatlkan dari Abi Raja' Al-attoridy, ia berkata: "sebelumnya qunut itu dilaksanakan setelah ruku' kemudian Umar melaksanakannya sebelum ruku' supaya yang masbuq bisa dapat".
Dalam masalah qunut ini pendapat madzhab Syafi'I dirajihkan dan dikuatkan dari pendapat lain yang tidak menganjurkan, karena kuatnya dalil mereka;yaitu:
ما رواه أبو هريرة رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا رفع رأسه من الركوع من صلاة الصبح فى الركعة الثانية, فيدعو بهذا الدعاء: اللهم اهدني فى من هديت.....الخ وزاد البيهقي فيه عبارة " قلك الحمد على ما قضيت" وزاد الطبراني " ولا يعز من عاديت" (اخرجه الحاكم والبيهقي والطبراني وذكره صاحب سبل السلام)
Artinya: "Hadits riwayat Abu Hurairah beliau berkata: Adalah Rasulullah Saw apabila selesai mengangkat kepalanya dari ruku' shalat subuh di raka'at kedua, maka beliau akan membaca do'a ini " Allahummahdini fii man hadait dst…" imam Baihaqi menambahkan bacaan "Falakal hamdu ala ma qadoit" dan Imam Tabrani menambahkan pula lafaz " Walaa ya'izzu man 'adait" (HR Hakim, Baihaqi, Tabrani, dan disebutkan dikitab Subulussalam).
روى أنس بن مالك رضي الله عنه " ما زال رسول الله صلى الله عليه وسلم يقنت فى الفجر حتى فارق الدنيا " رواه أحمد و عبد الرزاق و الدارقطني والحاكم فى الأربعين وفال حديث صحيح رواته كلهم ثقات.
Artinya: "diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah Saw senantiasa qunut pada shalat subuh sampai beliau wafat. (HR Ahmad, Abdurrazaq, Daruqutni, dan Hakim dalam kitabnya yang bernama Al-arba'in, ia berkata: ini Hadits Sahih semua perawinya terpercaya).
وسئل أنس: هل قنت رسول الله صلى الله صلى الله عليه وسلم فى صلاة الصبح؟ قال: نعم. فقيل له: قبل الركوع أم بعد الركوع؟ قال بعد الركوع. (أخرجه مسلم و أبو دود)
Artinya: "Anas ra ditanya tentang apakah Rasulullah Saw qunut diwaktu subuh? Beliau menjawab: iya. Kemudian ditanya lagi " apakah sebelum ruku' atau sesudah ruku'? beliau menjawab: sesudah ruku'. (HR Muslim dan Abu Daud)".
عن أبي هريرة قال : والله أنا أقربكم صلاة برسول الله صلى الله عليه وسلم. وكان أبو هريرة يقنت في الركعة الأخيرة من صلاة الصبح بعد ما يقول: سمع الله لمن حمده, ويدعو للمؤمنين والمؤمنات ويلعن الكفار (أخرجه البيهقي)
Artinya: "Bersumber dari Abu Hurairah ra, beliau berkata " Demi Allah saya adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah Saw waktu Shalat". dan Abu Hurairah ini qunut diraka'at terakhir dari shalat subuh, setelah beliau bilang "sami'Allahu liman hamidah" ia pun berdoa untuk mu'minin dan mu'minat dan mendoakan kejelekan untuk ornag-orang kafir. (HR Imam Baihaqi)".
عن عبد الله بن عباس قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعلمنا دعاء ندعو به فى القنوت من صلاة الصبح: " اللهم اهدنا فيمن هديت وعافنا فيمن عافيت وتولنا فيمن توليت وبارك لنا فيما أعطيت وقنا شر ماقضيت إنك تقضي ولا يقضى عليك إنه لا يذل من واليت تباركت ربنا وتعاليت (أخرجه البيهقي)
Artinya: "bersumber dari Abdullah bin Abbas ra, beliau berkata: Rasulullah Saw mengajarkan kepada kami do'a, yang kami berdo'a dengannya di waktu qunut shalat subuh yaitu: " Allahummah dina fii man hadaita, wa 'afina fii man hadaita, watawallana fii mantawallaita, wabarik lana fii ma a'toita, wa qina syarra ma qadaita, innaka taqdi, wala yuqda 'alaika, innahu la yadzillu man wa laita, tabarakta rabbana wata'alaita". (HR Baihaqi)".
وقي حديث " كان إذا رفع رأسه من الركوع من صلاة الصبح فى الركعة الثانية يرفع يديه ويدعو بهذا الدعاء: "اللهم اهدي فيمن هديت". و في رواية: أنه إذا رفع رأسه من الركوع في صلاة الصبح في اخر ركعة قنت. (الجامع الصغير للسيوطي وقال الشيخ الألباني صحيح).
Artinya: "Dalam sebuah hadits: Apabila Rasulullah Saw mengangkat kepalanya dari ruku' shalat subuh dari raka'at kedua, maka beliaupun mengangkat kedua tangannya dan berdo'a dengan doa ini " Allahummah dini fii man hadaita". Dan riwayat lain menyebutkan: Bahwasanya Rasulullah Saw apabila mengangkat kepalanya dari ruku' pada shalat subuh diakhir rakaat, beliaupun qunut. (dari kitab Jami' As-sagir oleh Imam Suyuti, Syekh Albani mngatakan hadits ini Sahih)".
Jadi itulah tadi beberapa dalil yang dijadikan pegangan atas landasan qunut di shalat subuh, adapun bacaanya maka yang dipilih banyak ulama adalah do'a yang di riwayatkan dari hasan bin Ali ra, beliau berkata: Rasulullah Saw mengajarkan kepada saya beberapa kalimat yang mesti kubaca di shalat witir yaitu:
اللهم اهدني فيمن هديت وعافني فيمن عافيت وتوليني فيمن توليت وبارك لي فيما أعطيت وقني شر ما قضيت فإنك تقضي ولا يقضى عليك وإنه لا يذل من واليت تباركت ربنا وتعاليت.
Sebahagian ulama menambahkan kalimat:
"ولا يعز من عاديت" قبل "تباركت ربنا رتعاليت" وبعده "فلك الحمد على ما قضيت, أستغفرك وأتوب إليك"
Imam Nawawi bekata tentang masalah ini: "Saudara-saudara kita di madzhab Syafi'I mengatakan tidak apa-apa diamalkan dengan tambahan itu. Abu Hamid Al-bandaniji dan ulama lain mengatakan tambahan itu dianjurkan".
Dan disunatkan membaca shalawat menyertai do'a diatas, menurut pendapat yang masyhur.
Dari pemaparan diatas sudah kita lihat bagaimana kuatnya hujjah para ulama Syafi'iyah dalam masalah qunut ini, maka dapatlah kita simpulkan bahwa qunut itu bukan sengaja dibuat-buat atau bid'ah, atau bersandar kepada hadits doif saja, akan tetapi sunnah muakkad/ sunat yang dikuatkan yang apabila tertinggal mesti ditempel dengan sujud sahwi, dan shalat tidak batal walaupun meninggalkannya.
Jadi bagi saudara-saudari yang dari dulu mengamalkan qunut subuh, silahkan amalkan dan ajarkan kepada anak cucu dan muslim sekaliannya, dan jangan marah apabila ada orang yang tidak qunut subuh karena boleh jadi dia mengamalkan madzhab Hanafi atau Hanbali. Demikin juga yang selama ini tidak qunut subuh, kalau mau qunut mulai sekarang silahkan saja, karena dalilnya sudah tertera diatas, dan jangan lagi mengatakan orang yang yang qunut subuh itu dalilnya doif atau bid'ah. Kalau seseorang qunut berarti dia Syafi'I atau Maliki menurut madzhab fiqihnya.
Terakhir sekali pesan penulis, terkait amal ibadah kita, janganlah cepat-cepat menyalahkan orang apabila berbeda peraktek kita dengan mereka, dan kalau bisa setiap ibadah yang kita kerjakan kita mesti punya dan tahu dalilnya, atau setidaknya kita tahu darimana sumbernya, sekira-kira kalau ditanya Allah Swt nanti di akhirat kita punya jawabannya, misalnya "kenapa kamu qunut subuh? Maka jawaban kita kan sudah ada diatas. Terus yang namanya ibadah;selagi kita mampu usahakanlah dengan mengamalkan yang paling sempurna, biar pahalanya juga penuh seperti yang kita inginkan, misalkan baca do'a iftitah dan ayat dalam shalat adalah sunnah, sementara baca fatihah itu wajib, maka janganlah padakan fatihah saja mentang-mentang do'a iftitah dan ayat sesudah fatihah itu sunat jadi ditinggalkan.
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca Alhamdulillahi Robbil 'Alamin.

Disarikan dari kitab Al-bayanul qowim li tashhihi ba'dil mafahim: Ustadz D. Ali Jum'ah Mufti Mesir, Oleh: Isma'il Nasution

Oleh : Rizal Syarifuddin.

Ikatan Alumni Pesantren Annahdlah (IAPAN) yang cita-cita awal didirikannya adalah sebagai sebuah wadah penyatuan komunitas santri /pelajar yang menamatkan pendidikanya di pondok pesantren annahdlah. Founding fighter IAPAN ini pada awalnya lahir dari sejarah dalam penyatuaan ide-ide pemikiran yang berbeda-beda, serta karakter keilmuan yang berbeda pula, sebut saja Ahmad baso, Afifuddin, Kamislaeni, Saidah, Tawakkal, Firdaus umar serta beberapa alumni lainnya yang mampu meninggalkan egosentris pemikiran masing-masing sehingga melahirkan sebuah wadah penyatuan alumni annahdlah.
Dalam perjalananya IAPAN paling tidak memiliki tiga fase pasang surut dalam hal me”manejemen”i sumber daya alumni yang ada saat ini. Fase pertama adalah pencarian entitas dan identitas diri. Yang kedua merekonstruksi sistem pengkaderan dan yang terakhir adalah pemberdayaan sumber daya alumni.

A. Pencarian entitas dan Identitas diri.
Dekade awal berdirinya IAPAN paling tidak bisa membawa ciri khas ke-Annahdlaan yang berawal dari entitas kesantrian. Tetapi para pendirinya belum mampu melahirkan identitas tersendiri bagi komunitas IAPAN. Mungkin karena annahdlah selaku ”mesin pencetak” santri belum sepenuhnya melahirkan alumni-alumni dari sisi kuantitas, tetapi sudah mampu dan berhasil melahirkan alumni yang mempunyai kualitas yang luar biasa. Sehingga IAPAN pada dekade 90an mampu menyumbangkan sebuah maha karya ”IAPAN” ini ke hadapan para santri yang telah menamatkan pendidikannya di annahdlah.

B. Merekonstruksi sistem pengkaderan santri dan Alumni.
Pola pengkaderan yang ada saat ini di annahdlah masih belum sepenuhnya berpihak pada pengembangan wawasan kepemimpinan dalam membangun militansi ke”santri”an terhadap kiai dan pesantren. Pola-pola pengkaderan yang ada masih menggunakan sistem yang klasikal tanpa ada niat untuk melakukan perubahan manajemen pengkaderan yang lebih terbuka bagi kalangan santri dan alumni yang ada. Saatnya para alumni membuat sebuah komisi yang khusus menangani sistem pengkaderan yang lebih ”radikal” untuk membangkitkan semangat militansi. Latihan Dasar Kepemimpinan dan Kesantrian (LDKK) yang ada saat ini hanya menjadi sebuah ritual-ritual tahunan yang outputnya tidak jelas. Sehingga pengkaderan yang ada saat ini hanya menjadi sebuah unjuk ”kekuatan” bagi sebahagian santri bahkan alumni yang mengarah pada ”kekerasan”, sehingga tiap tahunnya pengkaderan kita hanya melahirkan kader-kader yang ”bingung” bahkan cenderung menjadi ”penakut” sehingga selepas santri ini menyelesaikan pendidikannya di annahdlah, tidak sepenuhnya mempunyai rasa ke”santri”an yang berpihak pada almamater dan kiainya, bahkan menposisikan diri sebagai ”lawan” terhadap almamaternya sendiri.

C. Pemberdayaan sumber daya alumni.
Saat ini IAPAN belum mempunyai data base yang baku mengenai perkembangan kuantitas alumni dari tahun ke tahun, distribusi alumni di perguruan tinggi belum sepenuhnya terjamah sehingga ketika kita berdebat pada angka-angka prosentase sumberdaya alumni yang ada di beberapa perguruan tinggi dengan disiplin ilmu yang berbeda belum sepenuhnya terpenuhi. Saatnya IAPAN melakukan sensus terhadap anggotanya dalam hal disiplin ilmu yang dijalani para anggota IAPAN seperti berapa presentase anggota IAPAN yang mengambil disiplin ilmu-ilmu agama, ilmu sosial dan ilmu alam?. Seberapa besar anggota IAPAN yang saat ini berpendidikan strata satu, strata dua atau bahkan strata tiga?. Seberapa besar anggota IAPAN saat ini menjadi pengusaha, profesional atau politisi?. Dengan managamen yang ada saat ini IAPAN belum bisa memberikan angka bahkan grafik dari tahun ketahun mengenai perkembangan anggotanya yang ada. Sehingga ketika IAPAN di perhadapkan pada posisi pemberdayaan santri, IAPAN belum sepenuhnya bisa memberikan sebuah kanalisasi distribusi bagi anggotanya.
Dengan kuantitas anggota IAPAN saat ini, organisasi ini belum sepenuhnya mempunyai kepercayaan diri dalam berbagai sektor, sehingga setiap program-program kegiatan yang dilahirkan cenderung masih bersifat massif dan belum sepenuhnya menyentuh pada pemberdayaan anggota, sehingga apabila di tautkan dengan organisasi santri di pesantren (Osis) IAPAN justeru menjadi bagian dari “OSIS”.
Saatnya IAPAN membenahi struktur dan infrastruktur organisasi, kalau kita tidak akan ketinggalan dalam sebuah moment, revitalisasi dibidang pengkaderan dan organisasi harus segera di laksanakan, saatnya masyarakat alumni untuk bekerja memperbaiki dan mengembangkan IAPAN dengan tidak mengabaikan rambu-rambu ke”annahdlaan”.