Friday, October 12, 2012


Oleh : Rizal Syarifuddin.

Ikatan Alumni Pesantren Annahdlah (IAPAN) yang cita-cita awal didirikannya adalah sebagai sebuah wadah penyatuan komunitas santri /pelajar yang menamatkan pendidikanya di pondok pesantren annahdlah. Founding fighter IAPAN ini pada awalnya lahir dari sejarah dalam penyatuaan ide-ide pemikiran yang berbeda-beda, serta karakter keilmuan yang berbeda pula, sebut saja Ahmad baso, Afifuddin, Kamislaeni, Saidah, Tawakkal, Firdaus umar serta beberapa alumni lainnya yang mampu meninggalkan egosentris pemikiran masing-masing sehingga melahirkan sebuah wadah penyatuan alumni annahdlah.
Dalam perjalananya IAPAN paling tidak memiliki tiga fase pasang surut dalam hal me”manejemen”i sumber daya alumni yang ada saat ini. Fase pertama adalah pencarian entitas dan identitas diri. Yang kedua merekonstruksi sistem pengkaderan dan yang terakhir adalah pemberdayaan sumber daya alumni.

A. Pencarian entitas dan Identitas diri.
Dekade awal berdirinya IAPAN paling tidak bisa membawa ciri khas ke-Annahdlaan yang berawal dari entitas kesantrian. Tetapi para pendirinya belum mampu melahirkan identitas tersendiri bagi komunitas IAPAN. Mungkin karena annahdlah selaku ”mesin pencetak” santri belum sepenuhnya melahirkan alumni-alumni dari sisi kuantitas, tetapi sudah mampu dan berhasil melahirkan alumni yang mempunyai kualitas yang luar biasa. Sehingga IAPAN pada dekade 90an mampu menyumbangkan sebuah maha karya ”IAPAN” ini ke hadapan para santri yang telah menamatkan pendidikannya di annahdlah.

B. Merekonstruksi sistem pengkaderan santri dan Alumni.
Pola pengkaderan yang ada saat ini di annahdlah masih belum sepenuhnya berpihak pada pengembangan wawasan kepemimpinan dalam membangun militansi ke”santri”an terhadap kiai dan pesantren. Pola-pola pengkaderan yang ada masih menggunakan sistem yang klasikal tanpa ada niat untuk melakukan perubahan manajemen pengkaderan yang lebih terbuka bagi kalangan santri dan alumni yang ada. Saatnya para alumni membuat sebuah komisi yang khusus menangani sistem pengkaderan yang lebih ”radikal” untuk membangkitkan semangat militansi. Latihan Dasar Kepemimpinan dan Kesantrian (LDKK) yang ada saat ini hanya menjadi sebuah ritual-ritual tahunan yang outputnya tidak jelas. Sehingga pengkaderan yang ada saat ini hanya menjadi sebuah unjuk ”kekuatan” bagi sebahagian santri bahkan alumni yang mengarah pada ”kekerasan”, sehingga tiap tahunnya pengkaderan kita hanya melahirkan kader-kader yang ”bingung” bahkan cenderung menjadi ”penakut” sehingga selepas santri ini menyelesaikan pendidikannya di annahdlah, tidak sepenuhnya mempunyai rasa ke”santri”an yang berpihak pada almamater dan kiainya, bahkan menposisikan diri sebagai ”lawan” terhadap almamaternya sendiri.

C. Pemberdayaan sumber daya alumni.
Saat ini IAPAN belum mempunyai data base yang baku mengenai perkembangan kuantitas alumni dari tahun ke tahun, distribusi alumni di perguruan tinggi belum sepenuhnya terjamah sehingga ketika kita berdebat pada angka-angka prosentase sumberdaya alumni yang ada di beberapa perguruan tinggi dengan disiplin ilmu yang berbeda belum sepenuhnya terpenuhi. Saatnya IAPAN melakukan sensus terhadap anggotanya dalam hal disiplin ilmu yang dijalani para anggota IAPAN seperti berapa presentase anggota IAPAN yang mengambil disiplin ilmu-ilmu agama, ilmu sosial dan ilmu alam?. Seberapa besar anggota IAPAN yang saat ini berpendidikan strata satu, strata dua atau bahkan strata tiga?. Seberapa besar anggota IAPAN saat ini menjadi pengusaha, profesional atau politisi?. Dengan managamen yang ada saat ini IAPAN belum bisa memberikan angka bahkan grafik dari tahun ketahun mengenai perkembangan anggotanya yang ada. Sehingga ketika IAPAN di perhadapkan pada posisi pemberdayaan santri, IAPAN belum sepenuhnya bisa memberikan sebuah kanalisasi distribusi bagi anggotanya.
Dengan kuantitas anggota IAPAN saat ini, organisasi ini belum sepenuhnya mempunyai kepercayaan diri dalam berbagai sektor, sehingga setiap program-program kegiatan yang dilahirkan cenderung masih bersifat massif dan belum sepenuhnya menyentuh pada pemberdayaan anggota, sehingga apabila di tautkan dengan organisasi santri di pesantren (Osis) IAPAN justeru menjadi bagian dari “OSIS”.
Saatnya IAPAN membenahi struktur dan infrastruktur organisasi, kalau kita tidak akan ketinggalan dalam sebuah moment, revitalisasi dibidang pengkaderan dan organisasi harus segera di laksanakan, saatnya masyarakat alumni untuk bekerja memperbaiki dan mengembangkan IAPAN dengan tidak mengabaikan rambu-rambu ke”annahdlaan”.

0 comments:

Post a Comment